Indonesia
menjadi pemilik dari 1.594 jenis spesies burung dan menjadi negara ke lima
terbesar dunia dari 10.000 jenis satwa itu yang kini berkembang biak.
Manajer
program konservasi Perhimpunan Burung Liar Indonesia atau Burung Indonesia, Ria
Saryanthi, di Bogor, Selasa, mengatakan, Indonesia telah menjadi satu negara
“Mega Bird Diversity” dengan banyaknya populasi burung.
Hanya
saja populasi yang banyak itu kini terancam punah akibat rusaknya habitat
mereka yang menjadi tempat berkembang biak dan mencari makanan. Kini lima puluh
persen jenis burung di dunia terancam punah karena habitatnya terusik kegiatan
manusia.
Ria
mengatakan, kondisi tersebut juga terjadi di Indonesia. Dari seluruh jenis
burung yang terancam punah, lebih dari setengahnya tinggal di hutan sebagai
habitat utamanya.
Namun
begitu, lanjut Ria, keragaman burung di Indonesia juga menghadapi ancaman.
Pihaknya mencatat, 122 jenis terancam punah dan masuk daftar merah
International Union for Conservation of Nature (IUCN).
“Rinciannya,
18 jenis berstatus `kritis`, 31 jenis `genting`, sementara 73 jenis tergolong
`rentan`. Kondisi ini menempatkan Indonesia sebagai negara yang burungnya
paling banyak terancam punah,” katanya.
Lebih
lanjut ia menyebutkan, selain perburuan dan perdagangan, penyebab utama
terancam-punahnya berbagai jenis burung di Indonesia adalah gangguan atau
tekanan pada habitat.
“Kegiatan
manusia mengubah lingkungan alami (hutan) menjadi lahan pertanian, perkebunan,
hingga pembangunan infrastruktur untuk kegiatan industri, merupakan serangkaian
aktifitas yang menyebabkan berkurang bahkan hilangnya habitat burung,” kata
Ria.
Ia
mengatakan, jenis-jenis merpati hutan (Columba sp.), uncal (Macropygia sp.),
delimukan (Chalcopaps sp. dan Gallicolumba sp. ), pergam (Ducula sp.), dan
walik (Ptilinopus sp.) merupakan keluarga merpati yang memiliki ketergantungan
sangat tinggi dengan habitat hutan.
“Tak
mengherankan jika dari 122 jenis yang terancam punah, 12 jenis di antaranya juga
merupakan suku Collumbidae,” katanya.
Meningkatnya
tekanan terhadap hidupan liar dan ekosistem alami ini, ujar Ria, disebabkan
bertambahnya jumlah penduduk serta kebijakan ekonomi dan pembangunan.
Lebih
lanjut ia mengatakan, timbulnya tekanan terhadap habitat alami juga erat
kaitannya dengan kemiskinan, pemanfaatan sumber daya dan lahan hutan, serta
pengembangan pertanian.
“Faktor-faktor
ini yang mendorong terjadinya kerusakan habitat, meningkatnya polusi, dan
pemanfaatatan sumber daya alam secara berlebihan,” katanya.
Untuk
mencegahnya, kata Ria, prioritas konservasi perlu dilakukan untuk mencegah
semakin tingginya tekanan terhadap habitat. Pendekatan melalui pengelolaan
kawasan konservasi oleh masyarakat dan kesepakatan pelestarian dengan pemilik
lahan bisa dilakukan.
“Pendekatan
ini memberikan kesempatan yang lebih fleksibel bagi pemanfaatan sumber daya
alam secara berkelanjutan,” katanya.
Ia
menambahkan, di sisi lain, pendekatan alternatif dapat memberikan kontribusi
besar terhadap pengurangan angka kemiskinan di sekitar kawasan, yang sangat
bergantung kepada sumber daya alam yang tersedia.
Sedangkan
penguatan kapasitas masyarakat dapat dilakukan melalui pembentukan Kelompok
Masyarakat Pelestari Hutan, yang merupakan gabungan dari beberapa desa di
sekitar kawasan konservasi.
“Kelompok
masyarakat bersama pemerintah dapat bersama-sama menyusun strategi pengelolaan
berdasarkan kesepakatan antara para pemangku kepentingan. Berbekal penguatan
kapasitas masyarakat, diharapkan kawasan prioritas dapat dikelola secara
partisipatif dan berkelanjutan untuk meningkatkan kehidupan masyarakat sekitar
kawasan,” katanya.
Selain
itu, kata Ria, alternatif pengelolaan lain dapat dilakukan dalam bentuk konsesi
untuk restorasi ekosistem yang bertujuan mengembalikan kondisi biotik dan
abiotik sehingga tercapai keseimbangan hayati.
Melalui
restorasi ekosistem, hutan yang sebagian telah rusak dapat diselamatkan dan
dikembalikan sebagaimana kondisi aslinya.
“Restorasi
ekosistem tidak hanya meningkatkan produktifitas hutan dan pelestarian
keragaman hayati, tetapi juga peningkatan nilai ekonomi sumber daya hutan untuk
kesejahteraan masyarakat,” kata Ria.
Ria
mengatakan, rilis ini diterbitkan Burung Indonesia untuk memperingati Hari
Sejuta Pohon yang diperingati pada 10 Januari setiap tahun.
Burung
Indonesia adalah organisasi nirlaba dengan nama lengkap Perhimpunan Pelestarian
Burung Liar Indonesia yang menjalin kemitraan dengan Bird Life International,
Inggris
No comments:
Post a Comment